Biasanya saya jarang bisa membaca terus-menerus dalam waktu lama, tapi tadi malam kebetulan saya sempat. Membaca terus selama berjam-jam membuat saya menemukan lagi asyiknya membaca (biasanya juga menyenangkan, tapi ini lebih dari biasanya). Sampai tahap tertentu, kita menjadi hanyut dalam bacaan kita. Dan kalau sudah begitu, rasanya seperti dibawa ke dunia lain.
Tadi malam misalnya. Karena yang saya baca adalah buku Guns, Germs and Steel (salah satu buku dalam daftar bacaan saya), maka saya merasa seperti dibawa keliling dunia dengan mesin waktu. Suatu waktu saya ada di kerajaan Aztec, lalu pindah menyaksikan keadaan di kerajaan Inca, pindah lagi melihat Thomas Edison menemukan phonograph, lalu pindah lagi melihat epidemi yang menyapu bersih Fiji. Asyik sekali ! Seperti saya katakan di atas, rasanya seperti dibawa ke dunia lain.
Dari sini saya disadarkan lagi tentang betapa pentingnya membaca. Membaca benar-benar membuka banyak jendela baru bagi kita untuk melihat dunia. Wawasan kita menjadi lebih luas (tepatnya jauh lebih luas) dan kita bisa melihat dunia dengan cara yang berbeda. Tentu saja asalkan kita memilih bacaan yang berkualitas (sebab banyak juga bacaan sampah).
Seperti yang ditulis di Guns, Germs and Steel, transfer pengetahuan melalui tulisan adalah salah satu faktor penentu unggulnya suatu bangsa dibandingkan bangsa lain. Knowledge brings power. Ini sudah terbukti dalam ribuan tahun sejarah dunia.
Karena itu menyedihkan sekali kalau suatu bangsa tidak suka membaca, khususnya bacaan yang bermutu. Buku Guns, Germs and Steel misalnya (pemenang hadiah Pulitzer dengan nilai pengetahuan luar biasa), terjual lebih dari satu juta kopi di seluruh dunia. Tapi terus terang saya tidak bisa membayangkan buku itu akan laku di Indonesia (dan kenyataannya buku itu memang tidak pernah diterjemahkan). Kelihatannya di Indonesia kita lebih suka buku-buku yang instan, buku yang memberi hasil dalam jangka pendek, dan bukannya buku yang menghasilkan perubahan fundamental dalam jangka panjang.