Negeri Pintar

Ini baru hari keempat saya di Singapura, jadi baru saya belajar sedikit tentang kehidupan di sini. Tapi kesan yang saya tangkap sejauh ini, Singapura memang sangat modern dan gaya hidup digitalnya terlihat jelas.

Misalnya saja untuk naik bus atau MRT (mass rapid transit – kereta cepat), kita membayar bukan dengan uang cash tapi dengan kartu pintar yang disebut ez-link. Membayarnya pun tidak perlu dengan memasukkan kartu seperti di ATM. Kita cukup menempelkan tas atau dompet yang berisi kartu itu ke sensor dan sensor akan otomatis mengenali. Jumlah yang harus dibayar juga dihitung secara otomatis berdasarkan lokasi awal dan lokasi tujuan. Kalau kartu kita habis, kita bisa mengisi ulang di mesin top-up dan membayar baik dengan ATM ataupun dengan uang kertas. Saya rasa yang uang kertas unik nih, saya belum pernah menemukan mesin yang bisa otomatis memproses uang kertas di Indonesia !

Begitu pula waktu ingin fotokopi di kampus. Membayarnya juga harus dengan kartu pintar lain yang bernama CashCard. Sebelum fotokopi kita memasukkan kartu CashCard ke mesin, lalu kita fotokopi sebanyak yang kita mau (yang memfotokopi harus kita sendiri – self service), dan jumlah uang yang sesuai akan secara otomatis dipotong dari CashCard kita.

Sistem transportasi di sini juga sangat canggih dan teratur. Semua titik di Singapura dirancang untuk dapat dicapai hanya dengan bis dan MRT. MRT menghubungkan titik-titik penting di Singapura dan petanya bisa dengan mudah diperoleh. Panduan bus secara lengkap juga tersedia dalam bentuk buku yang dapat diperoleh di banyak tempat. Alternatif lain, kita bisa juga mengakses informasi perjalanan secara lengkap di Internet.

Dari sini kesan saya adalah orang-orang di sini dituntut untuk hidup mandiri, tapi di sisi lain fasilitas yang tersedia juga sangat lengkap dan teratur. Setiap orang bisa menyelesaikan urusannya sendiri-sendiri dengan mudah dan efisien.

Kesan lain yang saya tangkap adalah jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan jauh lebih sedikit daripada di Indonesia. Semua yang bisa diotomatisasi benar-benar diotomatisasi. Di bis misalnya, hanya ada satu awak yaitu supir. Karena bis hanya mau mengambil dan menurunkan penumpang di halte dan pembayaran dilakukan otomatis dengan ez-link, maka tidak lagi perlu kernet seperti di Indonesia. Isi ulang kartu ez-link juga dilayani dengan mesin top-up yang sama sekali tidak menggunakan tenaga manusia.

Satu lagi yang tampaknya cukup mencolok dibandingkan Indonesia adalah jumlah polisi di sini. Jujur saja, sampai hari keempat ini saya belum melihat satu polisi pun di jalan-jalan ! Tidak ada polisi lalu lintas yang terlihat karena semuanya sudah berjalan secara rapi dan teratur. Lalu bagaimana kalau ada pelanggaran misalnya ngebut melebihi batas kecepatan ? Nah, ini yang menarik: di sudut-sudut jalan Singapura sudah terpasang kamera dengan sensor otomatis. Jadi waktu ngebut tidak ada polisi yang mengejar atau menilang, tapi tahu-tahu tagihan denda datang ke rumah kita ! Asyik ya ?

Bisa dibilang negeri ini merupakan negeri pintar. Pemerintahnya berinvestasi sangat besar dalam teknologi informasi. Tidak heran negeri ini menempati peringkat kedua dunia dalam Networked Readiness Index (tahun lalu bahkan menjadi peringkat pertama).

Kapan ya Indonesia bisa seperti itu ? :)

One thought on “Negeri Pintar”

  1. wah..klo semuanya serba mesin di Indonesia banyak SDM yang nganggur dunk..

    terus gimana cara menanggulanginya,,??

Comments are closed.